Header Ads

Seekor Gajah Sumatra Ditemukan Mati Tanpa Kepala di Aceh Timur

        Bangkai seekor gajah Sumatra (Elephas Maximus Sumatranus) tanpa kepala ditemukan di perkebunan sawit milik PT Bumi Flora, Desa Jambo Reuhat, Banda Alam, Aceh Timur, Senin (12/7).  Temuan bangkai gajah itu awalnya diketahui Ayong, 46, karyawan PT Bumi Flora, ketika hendak memanen sawit. 

        Spontan, Ayong menghubungi pihak keamanan untuk menginformasikan adanya satwa dilindungi yang mati di perkebunan dengan kondisi tanpa kepala. Mendengar adanya gajah Sumatera mati, pihak keamanan menuju ke lokasi untuk memastikan dan setiba di lokasi ternyata seekor gajah jantan dewasa telah mati dengan kondisi mengenaskan.

Bangkai gajah sumatra yang mati terbunuh tanpa kepala,
Aceh Timur, (12/7). (AntaraNews)


    
    Diduga, gajah jantan itu sengaja dibunuh dan dipotong kepalanya untuk diambil gading. Pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, membenarkan adanya temuan bangkai gajah jantan dalam kawasan perkebunan sawit.

        Bahkan tim kesehatan hewan telah ditugaskan untuk melakukan nekropsi dan olah tempat kejadian perkara serta berkoordinasi dengan pihak keamanan. “Iya, tim (petugas BKSDA–red) sudah sedang menuju ke lokasi,” kata Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto, S.Hut, dihubungi Waspada, Senin (12/7).      

Petugas BKSDA memeriksa bangkai gajah di Aceh. (AntaraNews)

        Gajah Sumatra termasuk satwa liar dilindungi dan tergolong sebagai spesies yang berada di ambang kepunahan menurut organisasi konservasi internasiona (International Union for Conservation of Nature (IUCN). 

Kita perlu menjaga kelestarian satwa liar seperti gajah sumatra dengantidak memburu satwa liat dan merusak hutan yang merupakan habitatnya. Sebab, dalam hukum positif terdapat beberapa aturan hukum tentang perlindungan satwa diantarnya yaitu: 

1) Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana 

2) Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Keaneka Ragaman Hayati dan Ekosistem 

3) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (“UU 5/1990”) memberikan definisi satwa, yakni semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat dan/atau di air, dan/atau di udara. 

Kemudian, Pasal 20 ayat (1) UU 5/1990 menggolongkan jenis satwa, yang selengkapnya pasal tersebut berbunyi:

“Tumbuhan dan satwa digolongkan dalam jenis:

a.    tumbuhan dan satwa yang dilindungi;

b.    tumbuhan dan satwa yang tidak dilindungi.”

Apa saja satwa-satwa yang dilindungi itu? Lebih lanjut dikatakan dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa (“PP 7/1999”) bahwa satwa yang dilindungi adalah sebagaimana terlampir dalam Peraturan Pemerintah ini, antara lain: orang utan, Harimau Jawa, Harimau Sumatera, Badak Jawa, Penyu, dan sebagainya.

Apa saja satwa-satwa yang dilindungi itu? Lebih lanjut dikatakan dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa (“PP 7/1999”) bahwa satwa yang dilindungi adalah sebagaimana terlampir dalam Peraturan Pemerintah ini, antara lain: orang utan, Harimau Jawa, Harimau Sumatera, Badak Jawa, Penyu, dan sebagainya.

Foto anak gajah sumatra bersama induknya. (AntaraNews)


Pada dasarnya, larangan perlakuan secara tidak wajar terhadap satwa yang dilindungi terdapat dalam Pasal 21 ayat (2) UU 5/1990 yang berbunyi:

“Setiap orang dilarang untuk: 

a.    menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;

b.    menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;

c.    mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

d.    memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

e.    mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.”

Sanksi pidana bagi orang yang sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) adalah pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) (Pasal 40 ayat [2] UU 5/1990).

Ada pengecualian bagi penangkapan satwa yang dilindungi tersebut, yaitu hanya dapat dilakukan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, dan/atau penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa yang bersangkutan.

Jadi Campusbrainers, kita sebagai warga negara yang baik perlu juga untuk melindungi satwa-satwa liat, sebab kerusakan habitat satwa juga akan menimbulkan konflik dengan manusia, kerugian ekonomi, korban jiwa bagi manusia, maupun keberlangsungan satwa yang dilindungi tersebut. 



Tidak ada komentar

Gambar tema oleh merrymoonmary. Diberdayakan oleh Blogger.